Perkenankan kami mengirim senyuman cita-cita yang kami mekarkan dari   kejauhan kota kami. Senyuman cita-cita ini benar-benar bersemi seiring   meredanya hujan sore tadi saat dedaunan muda mulai hijau melebat di   dahan-dahan pohon flamboyan.
Menulis  catatan akhir pekan  bagian kedua ini, selanjutnya, perkenankanlah pula  kami mengutip sebuah  permintaan agung yang terlontar dari lisan seorang  wanita. Ia begitu  mengharapkan dentuman risalah langit yang akan  menyuburkan kabahagiaan  di taman hatinya. Tak hanya itu, dari  permintaannya tersebut, ada  beberapa mutiara yang bisa menjadi penabur  hikmah bagi mereka (para  wanita) di zaman ini.
Rekaman permintaan ini kami temukan dalam kitab Li An-Nisa’i Ahkamun wa Adabunkarya syaikh Muhammad bin Syakir Asy-Syarif. Kitab ini menghidangkan 43 hadits tentang wanita beserta uraiannya.
Abu   Hurairah bercerita bahwa kaum wanita mendatangi Rasulullah   shallallahu’alaihi wasallam. Mereka berkata, ”wahai Rasulullah, kami tak   bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki. Berikanlah satu   hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.” Mendengar permintaan   tersebut, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam setuju dan kemudian   bertutur, “tempat kalian di kediaman fulan.” Mereka pun datang pada hari dan tempat yang dijanjikan.[1]
>>Sehari Saja Untuk Kami
“..Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.”
Lihatlah,   begitu mulianya apa yang mereka pinta. Mereka tak pintakan emas,   permata atau berlian. Mereka pintakan kemuliaan melalui ilmu yang mereka   buru: “Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.”
Begitu   irinya mereka kepada kaum laki yang selalu bermajelis dengan  Rasulullah  shallallahu’alaihi wasallam. Mereka meneguk sari pati ilmu  langsung  dari lisan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, mereka  mempelajari  hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Inilah  ibadah yang agung.  Iman mereka bertambah nan membuahkan ketakwaan.  Mereka bergelut dengan  hal-hal yang menambah kapasitas keilmuan. Mereka  usahakan menjemput ilmu  dan mendekati sosok-sosok yang membawa ilmu.  Sungguh bertabur sejuta  kebaikan dari apa yang mereka raih.
Inilah  salah  satu kebahagiaan itu yaitu mengenal dan memahami agama islam  yang mulia.  Mereka mengetahui bahwa kebahagiaan berbanding lurus dengan  kejernihan  ilmu dan bersihnya pendidikan syar’i.
Sungguh potret yang begitu bertolak belakang dengan wanita di zaman ini.
Wahai   pena kami, lihatlah para wanita kita, mereka mengandrungi novel-novel   picisan yang katanya islami. Mereka menikmati roman-roman fiktif yang   menyeret mereka terjebak dalam dunia khayal. Mereka terbius dengan   film-film drama cinta korea.
Memang benar, akan  ternikmati  mimpi-mimpi indah dan ilusi yang memabukkan ketika mereka  melakoni apa  yang kami sebutkan tetapi itu semua akan berakhir dengan   terkikisnya  kepribadian dan jati diri sebagai muslimah. Akan ada duka  yang siap  menginangi hati lalu membinasakan mereka.
Kami  dapati diantara  mereka benar-benar terbius dengan artis-artis pria  korea yang katanya  amat menawan itu.  Foto-fotonya menjadi koleksi. Ada  pula yang terharu  bahagia ketika sang artis itu tampil di layar kaca.  Parahnya, mereka  teriak histeris memandang sang artis saat konser.  Lisan-lisan mereka  begitu sering terbumbui kisah-kisah atau adegan film  sang idola.
Di  lain waktu, untuk konsumsi bacaan,  mereka penuhi dengan majalah yang  jauh dari nilai-nilai nabawi.  Gosip-gosip murahan bertumpuk dalam  majalah itu. Mode-mode pakaian  terkini pun menjadi bahan utama yang  dibicarakan. Kisah-kisah fiktif nan  murahan menyelusup dalam memori.  Mereka lupa, atau tak tahu,  majalah-majalah seperti itu secara perlahan  membius alur berpikir.  Ujung-ujungnya semua itu mengikis jati diri  mereka sebagai muslimah yang  layak menjadi wanita paling bahagia.
Inikah sumber bahagia itu?
Inikah sumber ilmu yang merupakan mata air keimanan itu?
>>Semburat Malu Tersipu
”wahai Rasulullah, kami tak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki.”
Agungnya   ucapan itu. Sebuah ucapan agar mereka tak terlihat oleh laki-laki non   mahram. Inilah sebuah ucapan yang terbalut pesona rasa malu yang begitu   mengagumkan. Inilah sebuah ucapan yang menyembur dari hati yang  terhiasi  akhlak mulia sebagai wanita muslimah.
Wahai pena kami, marilah kita lihat bagaimana rasa malu wanita di zaman ini benar terkikis menipis.
Di   facebook, mereka menampilkan aurat yang sungguh tak layak untuk   dilihat. Mereka memajang foto-foto yang mengundang fitnah bagi kaum   adam. Rambut yang menjadi mahkota pun dipamerkan. Lengan terbuka.   Lehernya tak terbalut kain penutup. Muka atau wajah yang merupakan   kumpulan titik pesona menjadi kebanggaan di hadapan non mahram.
Para   wanita yang hanya sekedar saja menutup aurat pun tak kalah memamerkan   apa yang ada pada diri mereka. Lekuk tubuh yang harus tertutup sempurna   malah diekspos. Senyuman khas sang penggoda terpajang walaupun tak   berniat menggoda.
Sungguh indah dan mulianya apa yang dikatakan Asma’ binti Abu bakar radhiyallahu anhuma. Beliau (Asma’) berkata:
“Kami menutupi wajah-wajah kami dari pandangan kaum laki-laki dan kami menyisir rambut kami terlebih dahulu ketika hendak melakukan ihram.”[2]
Begitu pula apa yang dikatakan Aisyah radhiallahu ‘anha:
“Adalah   para pengendara melewati kami sedangkan kami tengah berihram bersama   Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Apabila para pengendara   tersebut melewati kami, maka masing-masing dari kami menutupkan   jilbabnya dari kepalanya agar menutupi wajahnya. Dan ketika mereka berlalu maka kami pun membukanya kembali.”[3]
Subhanallah.
Segala   puji bagi Allah, sungguh segala puji bagi-Nya. Merekalah teladan dalam   memahkotakan rasa malu di singgasana hati.  Itulah rasa malu yang   terpercik dari jernihnya telaga keimanan.
Kembali  ke dunia maya,  pada saat yang sama, obrolan-obrolan yang terbumbui  dengan canda  diantara lawan jenis menjadi suatu hal yang lumrah lalu  berujung pada  pembicaraan yang menyeret keduanya dalam maksiat hati.
Facebook   yang seharusnya dimanfaatkan untuk menanmbah kapasitas keilmuan dengan   membaca artikel-artikel, malah menjadi latar bagi drama cinta dunia   maya. Mereka tak malu melabelkan diri dengan “in a relationship with”   atau “engaged with”. Apa yang mereka inginkan?
Status facebook yang seyogyanya ditulis dengan hal-hal yang bisa menjadi pelajaran, malah jauh dari kesahajaan.
“aku mencintaimu sepenuh hatiku”
“kangeeeeeeeen”
“kau adalah belahan hatiku”
“aduh, kakiku caaaakiiiiit”
“ge dengerin musik nih”
“artis korea yang tadi kereeeeen banget”
Sungguh rasa malu yang menjadi penghias akhlak tak lagi menjadi balutan hati. Dimanakah rasa malu itu kini berada?
***
Ah,   banyak sekali yang ingin kami paparkan. Tetapi baiklah kami titipkan   salam untuk para wanita agar mereka mempercantik diri dengan kemuliaan   islam dan merias diri dengan ilmu sehingga berbahagialah mereka arungi    hari-hari di akhir zaman ini. Sudah selayaknya mereka menambah  kapasitas  keilmuan yang mendekatkan mereka kepada Rabb Yang Maha Agung  yaitu  dengan mempelajari tauhid dan aqidah yang shahih, mempelajari  hukum dan  adab-adab yang berhubungan dengan kewanitaan, bahkan  mempelajari  keterampilan-keterampilan yang bersifat keduniaan.
Pula,   kami berharap mereka benar-benar membalut diri dengan rasa malu yang   mulai terkikis fitnah-fitnah zaman. Sungguh rasa malu merupakan salah   satu kemuliaan. Kelak ataupun saat ini, kami yakin,  predikat “wanita paling bahagia di dunia” akan benar-benar mereka raih. Inilah senyuman cita-cita yang kami maksudkan itu.
Wallahu a’lam.
Subhanaka allahumma wabihamdika asyhadu alla ila hailla anta asytaghfiruka wa atuubu ilaika.
Mataram, Kota Ibadah,16 Zulqa'dah 1431 H
Penulis: Fachrian Almer Akier
Muraja'ah: Ustadz Djamaluddin, Lc. 
________
Referensi:
1. Kitab Li An-Nisa’i Ahkamun wa Adabunkarya syaikh Muhammad bin Syakir Asy-Syarif
2. Kitab Hiraasatu Al-Fadhilah karya syaikh Bakr Abdullah Abu Zaid
3. beserta buku tambahan lainnya
_______
Endnotes:
[1] HR Ahmad  (7310), syaikh Al-Arnauth berkata, “sanadnya shahih sesuai syarat muslim”,; Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya (VII/203); Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (I/64), juga diriwayatkan dalam kitab Shahihnya bab Kitab Ilmu (102).
[2]   Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, ia berkata: “Hadits ini   shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim. Hal ini disepakati  oleh  Adz-Dzahabi.”
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ad-Daaruquthni dan Al-Bahaqi
Sumber: www.remajaislam.com

Tidak ada komentar:
Posting Komentar