Menyempurnakan  Separuh Agama
Dari  Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,  ia berkata bahwa   Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا  تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نَصْفَ  الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ  فِي النِّصْفِ البَاقِي
“Jika  seseorang menikah, maka ia telah  menyempurnakan  separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada  separuh yang  lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman.   Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah   no. 625)
Lihat  bahwa di antara keutamaan menikah adalah untuk   menyempurnakan separuh agama dan kita tinggal menjaga diri dari   separuhnya lagi. Kenapa bisa dikatakan demikian? Para ulama jelaskan   bahwa yang umumnya merusak agama seseorang adalah kemaluan dan   perutnya. Kemaluan yang mengantarkan pada zina, sedangkan perut   bersifat serakah. Nikah berarti membentengi diri dari salah satunya,   yaitu zina dengan kemaluan. Itu berarti dengan menikah   separuh agama seorang pemuda telah terjaga, dan sisanya, ia tinggal   menjaga lisannya.
Al  Mula ‘Ali Al Qori rahimahullah dalam Mirqotul Mafatih   Syarh Misykatul Mashobih berkata bahwa sabda Nabi shallallahu   ‘alaihi wa sallam “bertakwalah pada separuh yang lainnya”,   maksudnya adalah bertakwalah pada sisa dari perkara agamanya. Di sini   dijadikan menikah sebagai separuhnya, ini menunjukkan dorongan yang   sangat untuk menikah.
Al  Ghozali rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab Mirqotul   Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua   hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah   menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang   membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat   (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”
Kenapa  Masih Ragu untuk Menikah?
Sebagian  pemuda sudah diberikan oleh Allah keluasan rizki. Ada yang  kami temui  sudah memiliki usaha yang besar dengan penghasilan yang  berkecukupan.  Ia bisa mengais rizki dengan mengolah beberapa toko  online. Ada pula  yang sudah bekerja di perusahaan minyak yang  penghasilannya tentu saja  lebih dari cukup. Tetapi sampai saat ini  mereka  belum juga menuju  pelaminan. Ada yang beralasan belum siap. Ada  lagi yang beralasan masih  terlalu muda. Ada yang katakan  pula ingin  pacaran dulu. Atau yang  lainnya ingin sukses dulu dalam bisnis atau  dalam berkarir dan  dikatakan itu lebih urgent. Dan berbagai  alasan lainnya yang  diutarakan. Padahal dari segi finansial, mereka  sudah siap dan tidak  perlu ragu lagi akan kemampuan mereka. Supaya  memotivasi orang-orang  semacam itu, di bawah ini kami utarakan manfaat nikah   yang lainnya.
(1)  Menikah akan membuat seseorang lebih  merasakan ketenangan.
Coba  renungkan ayat berikut, Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنْ  ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم  مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا  لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا
“Dan  di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan  untukmu  isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan  merasa  tenteram kepadanya.” (QS. Ar-Ruum:21).
Lihatlah  ayat ini menyebutkan bahwa menikah akan lebih tentram karena  adanya  pendamping. Al Mawardi dalam An Nukat wal ‘Uyun berkata   mengenai ayat tersebut, “Mereka akan begitu tenang ketika berada di   samping pendamping mereka karena Allah memberikan pada nikah tersebut   ketentraman yang tidak didapati pada yang lainnya.” Sungguh faedah yang   menenangkan jiwa setiap pemuda.
(2)  Jangan khawatir, Allah yang akan mencukupkan rizki
Dari  segi finansial sebenarnya sudah cukup, namun selalu timbul  was-was  jika ingin menikah. Was-was yang muncul, “Apa  bisa  rizki saya mencukupi kebutuhan anak istri?” Jika seperti itu, maka   renungkanlah ayat berikut ini,
وَأَنكِحُوا  اْلأَيَامَى مِنكُمْ  وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَآئِكُمْ إِن  يَكُونُوا فُقَرَآءَ  يُغْنِهِمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَاللهُ وَاسِعٌ  عَلِيمٌ
“Dan  kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan  orang-orang  yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki  dan  hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan   karunia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha   Mengetahui.” (QS. An Nuur: 32). Nikah adalah suatu   ketaatan. Dan tidak mungkin Allah membiarkan hamba-Nya sengsara ketika   mereka ingin berbuat kebaikan semisal menikah.
Di  antara tafsiran Surat An Nur ayat 32 di atas adalah: jika kalian  itu  miskin maka Allah yang akan mencukupi rizki kalian. Boleh jadi Allah   mencukupinya dengan memberi sifat qona’ah (selalu merasa cukup) dan   boleh jadi pula Allah mengumpulkan dua rizki sekaligus (Lihat An   Nukat wal ‘Uyun). Jika miskin saja, Allah akan cukupi rizkinya.   Bagaimana lagi jika yang bujang sudah berkecukupan dan kaya?
Dari  ayat di atas, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
التمسوا  الغنى في النكاح
“Carilah  kaya (hidup berkecukupan) dengan menikah.”    (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim mengenai tafsir ayat di   atas).
Disebutkan  pula dalam hadits bahwa Allah akan senantiasa menolong  orang yang  ingin menjaga kesucian dirinya lewat menikah. Dari Abu  Hurairah radhiyallahu  ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu  ‘alaihi wa sallam  bersabda tentang tiga golongan yang pasti  mendapat pertolongan Allah.  Di antaranya,
وَالنَّاكِحُ  الَّذِي يُرِيدُ الْعَفَافَ
“…  seorang yang menikah karena ingin menjaga  kesuciannya.”  (HR. An Nasai no. 3218, At Tirmidzi no. 1655. Syaikh  Al Albani  mengatakan bahwa hadits ini hasan). Ahmad bin Syu’aib Al  Khurasani An  Nasai membawakan hadits tersebut dalam Bab “Pertolongan  Allah bagi  orang yang nikah yang ingin menjaga  kesucian dirinya”.  Jika Allah telah menjanjikan demikian, itu  berarti pasti. Maka mengapa  mesti ragu?
(3)  Orang yang menikah berarti menjalankan sunnah para Rasul
Allah  Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ  أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِن  قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجًا  وَذُرِّيَّةً
“Dan  sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu  dan Kami  memberikan kepada mereka istri-istri dan  keturunan.”  (QS. Ar Ra’du: 38). Ini menunjukkan bahwa para rasul  itu menikah dan  memiliki keturunan. 
Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,
أَرْبَعٌ  مِنْ سُنَنِ  الْمُرْسَلِينَ الْحَيَاءُ وَالتَّعَطُّرُ وَالسِّوَاكُ  وَالنِّكَاحُ  
“Empat  perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu,  memakai  wewangian, bersiwak dan menikah.” (HR.  Tirmidzi  no. 1080 dan Ahmad 5/421. Hadits ini dho’if  sebagaimana kata  Syaikh Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth. Namun  makna hadits ini  sudah didukung oleh ayat Al Qur’an yang disebutkan  sebelumnya)
(4)  Menikah lebih akan menjaga kemaluan dan menundukkan  pandangan
Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا  مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ  مِنْكُمُ الْبَاءَةَ  فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ  وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ  وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ  فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai  para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah[1],   maka menikahlah. Karena itu lebih akan menundukkan   pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka   berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang baginya.” (HR.   Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).
Imam  Nawawi berkata makna baa-ah dalam hadits di atas  terdapat dua  pendapat di antara para ulama, namun intinya kembali pada  satu makna,  yaitu sudah memiliki kemampuan finansial untuk menikah. Jadi  bukan  hanya mampu berjima’ (bersetubuh), tapi hendaklah punya kemampuan   finansial, lalu menikah. Para ulama berkata,   “Barangsiapa yang tidak mampu berjima’ karena ketidakmampuannya untuk   memberi nafkah finansial, maka hendaklah ia berpuasa untuk mengekang   syahwatnya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim)
Itulah  keutamaan menikah. Semoga membuat  mereka-mereka tadi  semakin terdorong untuk menikah.  Berbeda halnya jika  memang mereka ingin seperti Syaikhul Islam Ibnu  Taimiyah yang belum  menikah sampai beliau meninggal dunia. Beliau adalah  orang yang ingin  memberi banyak manfaat untuk umat dan itu terbukti.  Itulah yang  membuatnya mengurungkan niat untuk menikah demi maksud  tersebut.  Sedangkan mereka-mereka tadi di atas, bukan malah menambah  manfaat,  bahkan diri mereka sendiri binasa karena godaan wanita yang  semakin  mencekam di masa ini.
Menempuh  Jalan yang Benar
Kami  menganjurkan untuk segera menikah di sini bagi  yang  sudah berkemampuan, bukan berarti ditempuh dengan jalan yang  keliru.  Sebagian orang menyangka bahwa menikah harus  lewat  pacaran dahulu supaya lebih mengenal pasangannya. Itu pendapat  keliru  karena tidak pernah diajarkan oleh Islam. Pacaran tentu saja akan   menempuh jalan yang haram seperti mesti bersentuhan, berjumpa dan   saling pandang, ujung-ujungnya pun bisa zina terjadilah MBA (married   be accident). Semua perbuatan tadi yang merupakan perantara pada   zina diharamkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَلَا  تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ  فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan  janganlah kamu mendekati   zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji.   Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)
Kemudian  nasehat kami pula bagi mahasiswa yang masih kuliah (masih  sekolah)  bahwa bersabarlah untuk menikah.   Sebagian mahasiswa yang belum rampung kuliahnya biasanya sering “ngambek”   pada ortunya untuk segera nikah, katanya sudah tidak kuat menahan   syahwat. Padahal kerja saja ia belum punya dan masih mengemis pada   ortunya. Bagaimana bisa ia hidupi istrinya nanti? Kami nasehatkan,   bahagiakan ortumu dahulu sebelum berniat menikah. Artinya lulus kuliah   dahulu agar ortumu senang dan bahagia karena itulah yang mereka inginkan   darimu dan tugasmu adalah berbakti pada mereka. Setelah itu carilah   kerja, kemudian utarakan niat untuk menikah. Semoga   Allah mudahkan untuk mencapai maksud tersebut. Oleh karenanya, jika   memang belum mampu menikah, maka perbanyaklah puasa sunnah dan   rajin-rajinlah menyibukkan diri dengan kuliah, belajar ilmu agama, dan   kesibukan yang manfaat lainnya. Semoga itu semakin membuatmu melupakan nikah   untuk sementara waktu.
Adapun  yang sudah mampu untuk menikah secara fisik  dan  finansial, janganlah menunda-nunda! Jangan Saudara akan menyesal   nantinya karena yang sudah menikah biasa katakan bahwa menikah itu   enaknya cuma 1%, yang sisanya (99%) “enak banget”. Percaya deh!
Semoga  sajian ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Panggang-Gunung  Kidul, 26 Jumadal Ula 1432 H (29/04/2011)
[1]   Baa-ah ada tiga penyebutan lainnya: [1] al baah (الْبَاءَة), [2] al   baa’ (الْبَاء), dan [3] al baahah (الْبَاهَة). Lihat Syarh Muslim,   An Nawawi, 5/70, Mawqi’ Al Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar